Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Muhammad Khoeri Wonosobo menegaskan anngkutan umum di Wonosobo, sejak kemajuan zaman era saat ini memang sudah semakin ditinggalkan. Terbukti jika dulu jumlah angkutan sudah mencapai sekitar 1.500-an unit, seiring perkembangan zaman jumlah saat ini antara 1.200 -1.300 unit saja.

“Banyak angkutan umum di wilayah kecamatan pinggiran, seperti Leksono, Sukoharho, Kalibawang sudah berhenti beroperasi,” beber Khoeri. Sekarang ini seiring kemajuan zaman, dengan berkembangnya teknologi muncul angkutan daring yang belum memiliki aturan hukum juga memicu menurunkan minat masyarakat terhadap angkutan umum.

“Saat ini penurunan minat masyarakat sudah sekitar 30 persen,” terangnya. Di pihak lain, Ketua Paguyuban Pengemudi Angkutan Umum dan Ojek Pangkalan (PPAUOP) Wonosobo Makilun menyebutkan, saat ini untuk jumlah ojek pangkalan se Wonosobo mencapai 7.591 ojek.

Mereka tergabung dalam sebuah paguyuban di masing-masing wilayah di Wonosobo. Untuk angkutan umum baik angkutan kota (angkot), angkutan desa (angkudes), mikro bus maupun taksi konvensional total sekitar 1.300 pengemudi.

Meskipun dalam UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ojek pangkalan tidak dikategorikan sebagai moda transportasi, namun selama ini mereka beroperasi sesuai kearifan lokal masyarakat. Hal itu menjadikan moda transportasi menjadi tersambung.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Wonosobo melalui Komisi C mendesak kepada pemkab setempat untuk segera bersikap perihal polemik angkutan daring atau online. Pemerintah diminta tidak membiarkan sampai berlarutlarut tanpa ada sebuah kejelasan.

Sekretaris Komisi C Wahyu Ibed Pradana mengaku telah membuat surat rekomendasi kepada Bupati Eko Purnomo supaya segera mengelurakan surat edaran sementara perihal angkutan daring, sebelum ada aturan hukum yang ditetapkan.

“Kami minta dinas terkait bersama Bupati segera menyusun atau membuat edaran tentang maraknya angkutan online di Wonosobo,” pintanya.

Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Muhammad Khoeri menyebut, nasib sekitar 8.891 pengemudi angkutan umum dan ojek pangkalan di Wonosobo merana. Tidak dipungkiri, masuknya layanan angkutan daring yang memanfaatkan kecepatan teknologi telah menggerus moda transportasi konvensional di daerah.

Khoeri meminta pemerintah kabupaten untuk komitmen menerbitkan surat edaran larangan angkutan online di Wonosobo. “Dari perwakilan Dinas Perhubungan, mereka berjanji akan merumuskan sebuah surat edaran dalam 10 hari kerja.

Jika memang dalam 10 hari kerja tidak ada hasil, saya serahkan sepenuhnya kepada para awak angkutan,” ungkapnya kepada Suara Merdeka, kemarin. Pihaknya mengaku, selama ini telah berupaya membendung kekesalan ribuan awak angkutan di seluruh Wonosobo.

Dikhawatirkan, awak angkutan akan bertindak sendirisendiri termasuk melakukan aksi mogok atau turun ke jalan. Dengan demikian, lanjut dia, pihaknya tidak lagi bisa apa-apa. “Ini urusannya dengan perut,” terang dia.

Tinggalkan Balasan