Sekjen DPP Organda Ateng Aryono menyampaikan ketidaktahuannya dengan langkah Pemerintah melalui MA membatalkan PM No.108/2017 tersebut. Peraturan itu sendiri lahir melalui proses panjang dan sangat berliku, sehingga harus direvisi beberapa kali.

“Tercatat yang pertama ditetapkan adalah PM 32/2016, lalu direvisi lagi dengan PM 26/2017. Karena ada gejolak serta penolakan, barulah dilaksanakan penyempurnaan dengan PM 108/2017,” kata Ateng di Jakarta, Rabu (3/10/2018).

Ateng menegaskan dengan pembatalan PM No.108/2017 ini, sama artinya bahwa status taksi online menjadi ilegal karena tidak memiliki dasar hukum dalam operasionalnya.

“Logikanya pengemudi membawa manusia, sehingga kalau terjadi hal yang tidak diinginkan, maka harus ada yang bertanggung jawab sesuai hukum berlaku. Hal itu telah diatur sejak dulu seperti termaktub dalam UU Nomor 22/2009 tentang LLAJ,” tandas Ateng.

Memperhatikan Keputusan Mahkamah Agung Nomor. 15 P/HUM/2018 yang pada dasarnya mencabut 23 norma yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor. PM 108 Tahun 2017, memurut Ateng, yang berpotensi ketidakpastian usaha di industri angkutan jalan raya.

Sikap dan dorongan DPP ORGANDA kepada Kementerian Perhubungan terhadap Keputusan tersebut diatas.

1)    Mengingat apabila ke 23 norma diatas, dituangkan secara harafiah dalam Peraturan Menteri Nomor. 108 Tahun 2017 tersebut, maka kami memandang dan berkesimpulan Peraturan Menteri Nomor. 108 Tahun 2017, didukung oleh peraturan perundangan diatasnya tetap tegak mengatur setiap penyelenggaraan angkutan penumpang tidak dalam trayek.

Oleh karena itu kami mendesak Kementerian Perhubungan dan seluruh jajaran didaerah tetap melakukan penegakkan dalam praktek penyelenggaraan angkutan umum penumpang tidak dalam trayek dalam setiap moda yang ada.

2)    Kami memandang  bahwa ketegasan Kementerian Perhubungan dan jajaran penegak hukum yang lain dalam melaksanakan penegakkan hukum seperti dalam butir 1 (satu) diatas, merupakan bagian memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha seperti yang beberapa kali diserukan oleh para “mitra online” belakangan ini.

Termasuk memberikan jaminan pelayanan angkutan umum yang memadai kepada publik pengguna. Sehingga penertiban dan penegasan kepada “aplikator” pun mutlak dilakukan, termasuk mewajibkan aplikator diatur dalam ranah Kementerian Perhubungan.

3)    Terkait dengan penataan ulang Peraturan Menteri Perhubungan tentang penyelenggaraan angkutan penumpang dengan kendaraan bermotor umum, DPP ORGANDA mengusulkan dan memandang perlu bahwa disatukannya aturan penyelenggaraan angkutan dengan kendaraan bermotor dalam trayek maupun tidak dalam trayek dalam satu Peraturan Menteri Perhubungan.

Dengan pertimbangan menurut Ateng, hal tersebut merupakan satu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan dan mengedapankan sifat komplementer antar modanya. “Tidak ada lagi kekawatiran ada norma aturan yang tercecer dan bahkan bertentangan,” tegas Ateng.(

Tinggalkan Balasan