Kepala Departemen Angkutan Multimoda DPP Organda Kusuma Natali mengusulkan agar Pemerintah memberikan dispensasi pada truk  angkutan barang terkait kebijakan ganjil-genap di Jakarta yang diperpanjang sampai 31 Desember 2018.

“Truk angkutan barang khususnya tujuan ekspor-impor perlu diberikan dispensasi dan tetap boleh jalan. Hal itu sangat berkait erat dengan distribusi logistik termasuk pasokan bahan kebutuhan pokok ke masyarakat,” kata Kusuma menjawab BeritaTrans.com di Jakarta, Rabu (17/10/2018) malam.

Kebijakan ganjil-genap serta pembatasan operasional kendaraan angkutan berat, khususnya kendaraan golongan  IV dan V sudah cukup merepotkan  pelaku usaha  logistik nasional.

“Truk-truk angkutan berat harus beroperasi  di atas jam 21.00 sampai jam 06.00. Artinya, mereka harus kerja dua shift  dan ada biaya tambahan bagi kami,” jelas Kusuma.

Implikasi berikutnya, pengusaha angkutan harus menambah biaya operasi. Semua itu akhirnya  dibebankan pada pemilik barang.  “Tak mungkin pengusaha angkutan menanggung sendiri biaya tersebut,” aku Kusuma.

“Kalau sudah begitu, harga barang di dalam  negeri akan terdongkrak naik. Sebaliknya bagi barang komoditas ekspor, jelas akan menurunkan daya saing produk Indonesia di dunia international,” papar Kusuma.

Sebelumnya, Ketua Angkutan Barang DPP Organda dan  CEO Kamadjaja Logistics, Ivan Kamadjaja mengeluhkan kebijakan perluasan ganjil-genap  di jalan-jalan utama kota Jakarta.  Kebijakan itu cukup memberatkan bagi pengusaha angkutan logistik di Jabodetabek.

Dikatakan, jumlah kendaraan angkutan barang yang tak seberapa harus ikut terdampak kebijakan ini. “Itu (penyumbang kemacetan) kan 80 persen lebih kendaraan pribadi. Sementara, truk angkutan barang golongan IV dan V itu cuma 3 persen,” kata Ivan di Jakarta.

Akibat kebijakan ganjil-genap itu, jelas Ivan, bisnis logistik terpaksa diperpanjang operasinya agar tak terkena kebijakan ganjil-genap.

“Misalnya biasanya truk 10 (beroperasi), sekarang hanya enam atau tujuh tergantung pelatnya. Terus, kalau operasional kita harus nambah shift,  kan ribet.  Ngakalin itu pasti ada, tapi kan menimbulkan biaya tambahan, pasti itu dampaknya,” kilah Ivan.

Baik Ivan atau Kusuma sepakat, Pemerintah perlu mengambil solusi terbaik mengenai masalah ini.

“Negara juga mengharapkan devisa yang lebih khususnya dari sisi ekspor. Tapi kalau angkutan logistiknya terus  dibatasi bisa  kontraproduktif dan merugikan kita semua,” tegas Ivan

Tinggalkan Balasan